Delusional dan Curhatan
"Kita selalu mengagumi orang-orang yang maniak dan bekerja keras untuk mengejar tujuan hidupnya, tapi kita sendiri terlalu lembam dan sering memilih hidup nyaman dan tak mau mencoba menjadi versi terbaik dari diri kita".
Membaca kisah hidup orang-orang sukses, terkadang saya merasa bahwa mereka waktu muda begitu delusional. Mereka tak jarang mengambil pilihan-pilihan gila dan sulit karena keyakinan mereka pada kekuatan impian. Terdengar klise yah. Tak jarang mereka ‘berjudi’, mempertaruhkan semuanya meski mereka tahu ada kemungkinan untuk gagal.
Tapi setelah saya pikir-pikir. Justru delusi itulah yang menjadikan mereka berhasil. Mereka tidak lelah mengincar weight vector (matkul pemrosesan sinyal di elektro) yang optimal untuk bisa menghasilkan performa yang mereka inginkan. Paulo Coelho misalnya, dari kecil benar-benar bermimpi untuk menjadi penulis dan meskipun tulisan-tulisannya kalah lomba atau ditolak penerbit, dia percaya bahwa ini hanya soal keberuntungan. Dia sukses mengubah identitas dirinya menjadi penulis, jauh sebelum dia menjadi penulis terkenal. Dia sudah menanam bibit sukses sebelum dia sukses. Dan proses jatuh bangun dalam karirnya adalah proses ‘adaptasi’, yakni menyesuaikan antara performa (deliverable result) dengan identitasnya.
Yang intinya adalah menuntut kita untuk jadi delusional. Membangun dulu identitas diri kita. Inilah yang sering disebut ‘fake it ’till you make it‘ (bukan ‘simply being fake‘ yah).Tapi ya itu tadi, kalau berdasarkan ilmu adaptive signal processing, selama konsisten pada akhirnya sinyalnya akan mendekati batas maksimum.
Inilah yang sulit diterima orang-orang sehingga akhirnya mereka memilih hidup yang biasa saja, menyerah dengan keadaan dan mengikuti arus.
Banyak orang bilang saya aneh dan delusional. Ya, memang terkadang saya juga merasa mimpi saya ketinggian. Pengen jadi renaissance man lah, yang menguasai banyak ilmu, pengen jadi inovator, penulis, pengembara, influencer, jadi businessman, jadi penyair sufistik, terus mendirikan bisnis yang revolusioner, merevolusi pendidikan dan arah riset di Indonesia dan banyak delusi-delusi lainnya. Delusi ini mungkin akibat pergaulan dari kecil kali ya.. karena dari kecil keluarga besar saya itu seperti melting pot.. setiap hari saya sudah ngobrolin banyak hal dari politik sampai metafisik. Dan entah, dari kecil orang-orang selalu membangun identitas saya sebagai orang yang punya kapasitas otak di atas rata-rata, sehingga itu menjadi bagian dari delusi yang saya punya. Begitu kuliah orang-orang seolah yakin bahwa kelak saya akan jadi ‘seseorang’, jadi menteri lah, jadi pebisnis lah, jadi penulis, jadi penemu dan lain-lain. Meskipun terkadang belum ada bukti nyata bahwa kelak saya akan bisa seperti itu.
Terkadang saya juga capek sama cita-cita saya (yang kebanyakan) ini. Saya orangnya terlalu terbuka dengan beragam kemungkinan sehingga sampai detik ini, seolah-olah saya tidak mau merelakan mimpi-mimpi itu. Misalnya saya pengen jadi pejalan, terus nyoba jalan-jalan ke tempat baru bahkan nyobain tinggal sebentar, tapi terus nyadar saya masih cupu sama kayak keinginan mau jadi musisi, hahaha..
saya nggak pernah bilang ke diri saya sendiri bahwa mimpi saya harus diakhiri. Saya hanya merasa mungkin ini belum bisa menjadi fokus. Lalu saya melihat contoh-contoh, banyak lagu-lagu indie yang gak bermutu tapi sukses di pasaran. Sebaliknya ada juga lagu-lagu bagus tapi bukan komersil.
Dan di era globalisasi via internet ini, orang yang tiga tahun lalu cuma artis youtube bisa tiba-tiba jadi artis label. Orang-orang yang tadinya kita kenal sebatas blogger, tau-tau jadi penulis yang punya penggemar. Orang yang tadinya tukang mebel, bisa jadi walikota, terus gubernur, terus presiden. Dunia ini sudah tidak sekonvensional dulu. Dan entah bagaimana pikiran saya selalu terbuka terhadap itu semua. Keajaiban-keajaiban selalu terjadi setiap harinya, lantas apa salahnya kita ingin memaksimalkan semua potensi yang kita miliki.
Dan toh, dunia ini hanya permainan. Apa salahnya kalau kita bermain dengan maksimal. Hiduplah seolah-olah kau akan hidup selama-lamanya di dunia.
Tapi tentu saja terlepas dari saran-saran delusi dan lain sebagainya. Memang selalu ada luck factor. Apalagi hal-hal seperti circumstancial luck. Nah, ada baiknya untuk bikin kaki tetap napak, selalu lihat contoh-contoh gagal. Dunia ini isinya nggak cuma orang sukses, ada juga mereka yang gagal. Orang nggak lulus S1 terus tajir macam Bill Gates dan Steve Jobs memang ada, tapi nggak sedikit juga yang hidupnya susah misalnya. Kita harus jeli melihat statistiknya.
Harus seimbang antara menjadi delusional dan rasional. Harus tahu konsekuensi yang kita terima saat mengambil pilihan. Dan harus tahu apa yang kita korbankan saat kita berusaha menjadi lebih delusional atau lebih rasional.
Menjual mimpi seperti tukang prospek MLM memang terlihat indah, tapi penting juga untuk melek realita. Kebenaran mungkin pahit. Hidup memang pahit tapi.. kita punya bekal untuk menang (jika kita mau mencari). Semua itu lagi-lagi tergantung mindset kita. Kita mungkin akan gagal dalam usaha kita. Tapi itu tidak membuat kehidupan kita gagal seluruhnya. Dan ujung-ujungnya ya, bagaimana kita pertaruhkan sekali hidup ini agar berarti. Itu saja kan.
Huuu,
Padahal niat awal cuma mau nulis dikit, tapi malah curhat panjang banget gini. Maaf ya, ini tulisan tidak berkompeten dan sangat tidak berniat untuk angkuh. ambil baiknya aja, jangan ambil delusionalnya.
Maaf juga, kalo udah di akhir paragraf gini baru sadar, kalo dari awal nulis saya lupa memikirkan sisi kenyamanan pembaca. Hehe
Mantapp.. lanjutkan san👍 biar Allah yang nuntun mencapai impian terbaik dg versimu. Tugas kita mengembara dan mengukir sejarah kebaikan di hidup yg singkat ini.
ReplyDeleteBismillah, do'a yang sama untuk mbak ria
Delete